BLOG-KESEHATAN TRICAJUS. Jakarta: Serangan stroke semula diyakini hanya menyerang orang yang sudah berusia lanjut, tetapi belakangan ini juga bisa terjadi pada orang berusia muda, sehingga politikus Irzen Okta (50) dapat saja tiba-tiba meninggal karena terserang stroke.
Saat ini, usia muda bukan jaminan stroke dan serangan jantung tidak bisa terjadi. Sebab, banyak perubahan yang terjadi, baik gaya hidup maupun kondisi lingkungan.
Irzen Okta adalah nasabah Citibank yang meninggal karena pecahnya pembuluh darah akibat stroke. Sementara itu, beberapa orang terdakwa sedang diadili di Jakarta karena diduga membunuh politikus itu.
Dokter ahli jantung Dari Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD), dr Robinson Harahap dalam keterangannya yang diperoleh di Jakarta, Rabu (18/1), mengatakan stroke dalam dunia kedokteran seperti serangan jantung bisa terjadi disebabkan oleh menyempitnyapembuluh darah.
Dalam keadaan stres, maka seseorang mudah terkena stroke atau serangan jantung, terutama jika ada penyumbatan pada pembuluh darah yang mengalir baik ke jantung maupun ke otak, katanya.
Karena pada saat stres, menurut dokter Robinson Harahap, otak memerlukan banyak oksigen sehingga memaksa jantung bekerja lebih cepat untuk mengalirkan darah yang membawa oksigen ke otak.
"Situasi itu berbahaya, terutama ketika darah tidak bisa mengalir dengan baik akibat adanya penyempitan pembuluh darah,"ucapnya.
Hal itulah, lanjut Robinson, yang membuat pembuluh darah pecah karena tidak bisa menahan tingginya tekanan darah. "Selain stres, maka stroke atau serangan jantung juga biasanya terjadi pada orang yang kurang berolahraga, merokok, diabetes, obesitas (kelebihan berat badan), dan berusia di atas 40 tahun," ujar Robinson.
Robinson mengatakan jika yang tersumbat pembuluh darah ke otak, maka itulah yang disebut stroke. Sementara, jika yang tersumbat adalah pembuluh darah ke jantung, maka kondisi itu disebut serangan jantung. Tetapi Keduanya bisa mengakibatkan kematian secara mendadak.
Dalam kasus serangan stroke secara mendadak, jika pembuluh darah di sekitar otak sudah pecah, maka itu berakibat fatal bagi korban. Tanda-tandanya adalah napas seperti mengorok dan mulut berbusa. Kondisi itulah yang terjadi pada kasus kematianIrzen Okta.
Makanan Siap Saji
Sementara itu pakar kesehatan masyarakat Universitas Indonesia dr Budi Hartono menjelaskan gaya hidup masyarakat kota yang gemar menyantap makanan siap saji telah meningkatkan faktor resiko seseorang terkena serangan stroke atau jantung.
Hal itu terjadi lantaran LDL (Low Density Lipoprotein), yang ada di dalam makanan siap saji, mengendap di dalam pembuluh darah, ujarnya.
Budi menjelaskan LDL sebenarnya diperlukan oleh tubuh, tetapi dalam jumlah yang sedikit. Bahkan tubuh pun memproduksi LDL, sehingga bisa dibayangkan apa jadinya jika seseorang mengkonsumsi terlalu banyak makanan yang banyak mengandung LDL.
Selain kebiasaan mengkonsumsi makanan yang tidak sehat, kesibukan masyarakat perkotaan juga membuat orang kota tidak lagi sempat untuk berolahraga. Situasi itu diperparah dengan semakin buruknya kondisi lingkungan saat ini. Misalnya saja, udara kota yang dihirup seseorang sudah tercemar oleh polutan. Udara menjadi salah satu faktor risiko yang sulit dikendalikan, tuturnya.
Berbeda dengan faktor kebiasaan makan, yang semestinya bisa dikendalikan, menurut Budi, faktor risiko serangan stroke dan jantung menjadi pilihan bagi masing-masing orang. Misalnya saja, katanya, orang bisa memilih makanan yang berbeda, meskipun makan di rumah makan yang sama, sehingga faktor risiko serangan pun berbeda untuk setiap orang.
Tetapi jika ditinjau dari faktor kualitas udara yang dihirup, orang tidak bisa memilih. Meskipun orang tersebut hanya ingin menghirup udara bersih saja tanpa karbon monoksida atau polutan lain, namun bila kualitas udara di sekelilingnya tidak memenuhi keinginannya, maka terpaksa ia harus bernafas dengan udara kotor, katanya.
Budi mengatakan, udara yang tercemar karbon monoksida atau polutan lain, seperti udara di Jakarta, bisa membuat oksigen di dalam darah terdesak. Atau dengan kata lain, darah lebih suka membawa karbon monoksida ketimbang oksigen.
Akibatnya ialah tubuh pun kekurangan oksigen. Salah satu cirinya adalah mudah lelah. Situasi tersebut direspon oleh Jantung dengan mempercepat aliran darah ke seluruh tubuh. Bisa dibayangkan, apa yang akan terjadi, jika pembuluh darah tersumbat, ucapnya.
Penyumbatan pembuluh darah sendiri diakui, baik oleh Dr Robinson maupun Budi, tidak terjadi seketika, melainkan penumpukan dari beragam faktor resiko. Tetapi pada situasi tertentu, saat jantung dipicu untuk bekerja lebih keras, penyumbatan pembuluh darah bisa berakibat fatal.
Kondisi tersebut mudah terjadi saat seseorang tertekan, baik secara fisik maupun psikis. Meskipun tidak dipicu oleh kekerasan fisik, emosi yang memuncak bisa menyebabkan tekanan darah meningkat. Pada saat itu, jika terjadi penyumbatan aliran darah, maka pembuluh darah bisa pecah, kata Budi.
Rabu, 18 Januari 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar